"Akun LinkedIn Saya Kosong. Lalu Saya Tersadar..."
Waktu itu saya masih mahasiswa tingkat akhir.
Sibuk skripsi, magang sana-sini, dan mulai kepikiran:
"Nanti setelah wisuda, saya mau kerja di mana ya?"
Saya punya akun LinkedIn. Tapi ya gitu…
Cuma buat formalitas.
Foto profil seadanya, deskripsi kosong, koneksi pun nggak sampai 50 orang.
Saya pikir, LinkedIn itu buat orang-orang kantoran. Buat yang udah kerja.
Saya masih mahasiswa. Ngapain tampil?
Tapi semua berubah waktu saya mulai cari kerja.
Saya kirim CV ke sana-sini.
Apply ratusan lowongan.
Tapi yang manggil? Bisa dihitung jari.
Sampai suatu hari, saya iseng buka LinkedIn.
Saya lihat ada teman satu kampus, aktif banget nulis dan berbagi cerita di sana.
Dia cerita soal magangnya, soal tantangan skripsi, soal soft skill yang dia pelajari.
Dan yang bikin kaget: dia sering ditawari kerja duluan, bahkan sebelum lulus.
Di situ saya tersadar...
Bukan soal siapa yang paling pintar.
Tapi siapa yang paling terlihat.
Skill penting, tapi visibility itu kuncinya.
Saya mulai bangun profil saya.
Saya tulis pengalaman organisasi, magang, dan proyek kecil-kecilan yang saya pernah kerjakan.
Saya mulai posting cerita, pelajaran, dan insight dari dunia kampus dan dunia kerja yang mulai saya jelajahi.
Perlahan tapi pasti, muncul respons.
Ada yang DM tanya kerjaan.
Ada recruiter yang nyapa duluan.
Dan yang paling penting: saya mulai percaya diri.
Karena personal branding itu bukan tentang pamer.
Tapi tentang jujur—menunjukkan siapa kamu, apa yang kamu perjuangkan, dan sejauh mana kamu tumbuh.
Kalau kamu juga mahasiswa tingkat akhir yang bingung mau mulai dari mana,
mungkin ini waktunya kamu tampil.
Mulai dari cerita kecil.
Mulai dari pengalaman magang atau organisasi.
Mulai dari versi kamu yang hari ini.
LinkedIn bukan cuma buat profesional senior.
Itu juga panggung buat kamu—yang sedang menyiapkan lompatan pertama dalam hidup.
Dan kalau kamu butuh teman seperjalanan,
connect aja di LinkedIn, dan mari saling dukung! https://id.linkedin.com/in/cahyodarujati